Total Tayangan Halaman

Minggu, 24 Februari 2008

Tulisan Jalaluddin Rumi

Kembaliliah Kepada Allah

Jika engkau belum mempunyai ilmu, hanyalah prasangka,
maka milikilah prasangka yang baik tentang Tuhan.
Begitulah caranya!

Jika engkau hanya mampu merangkak,
maka merangkaklah kepada-Nya!

Jika engkau belum mampu berdoa dengan khusyuk,
maka tetaplah persembahkan doamu
yang kering, munafik dan tanpa keyakinan;
karena Tuhan, dengan rahmat-Nya
akan tetap menerima mata uang palsumu!

Jika engkau masih mempunyai
seratus keraguan mengenai Tuhan,
maka kurangilah menjadi sembilan puluh sembilan saja.

Begitulah caranya!
Wahai pejalan!

Biarpun telah seratus kali engkau ingkar janji,
ayolah datang, dan datanglah lagi!
Karena Allah telah berfirman:
“Ketika engkau melambung ke angkasa
ataupun terpuruk ke dalam jurang,
ingatlah kepada-Ku,
karena Aku-lah jalan itu.”

—Jalaluddin Rumi—



Anjing Perindu

Setiap malam seseorang memohon menangis,
‘Ya Allah, Ya Allah!’
Bibirnya terasa manis dengan permohonan,
hingga seorang sinis datang dan berkata padanya:
“Nah! Selalu kudengar kau memanggil,
tapi pernahkah engkau menerima jawaban?”
Ia tak bisa menjawab.

Dia hentikan doanya dan tertidur dalam kebingungan.
Dalam mimpinya ia bertemu Khidir, Sang Penuntun Jiwa,
mendatanginya dengan naungan tebal kehijauan.
”Kenapa kau hentikan doamu?”
”Sebab aku tak pernah mendengar jawaban.”
”Rasa rindu yang kau jeritkan, ITU sebuah jawaban!”
Kerinduan yang kau jeritkan
akan menarikmu menuju penyatuan.
Sucinya kesedihanmu
yang menginginkan pertolongan
itulah cangkir rahasianya.

Dengarlah lengkingan rindu seekor anjing pada tuannya.
Lengkingan itulah yang menghubungkan mereka.
ada anjing-anjing yang perindu
walau tiada yang mengetahui nama mereka.
Gadaikan hidupmu
demi menjadi salah satu dari mereka.
[]
Apakah jawaban harus selalu ‘terdengar’? Kenapa bisa ada rasa rindu itu dalam hati kita? Memangnya siapa yang memberi kita rasa rindu itu? Coba perhatikan, berapa banyak orang yang telah merasa dirinya baik, sekalipun ia adalah seorang tokoh atau pemuka agama, tapi hatinya tidak memiliki kerinduan pada-Nya sama sekali?
Atau, berapa banyak orang yang benar-benar menyimak dan memperhatikan kalimat ‘…wa iyyaka nasta’iin, Ihdinash-shiraatal mustaqiim’ yang diucapkan mulutnya sendiri ketika shalat? Yang mengucapkan kalimat itu dengan jujur, dari dasar hatinya?
Tidak setiap orang diberi jawaban: tidak setiap orang diberi rasa rindu itu.
Walaupun seseorang masih didominasi oleh hawa nafsu atau syahwatnya (simbol anjing), bisa jadi telah ada setitik kerinduan yang telah Dia sematkan dalam hatinya.
Hidupkan setitik kerinduan itu.

Diterjemahkan oleh Herry Mardian dari “Love Dogs”, Jalaluddin Rumi, dalam The Essential Rumi, trans. by Coleman Barks.

1 komentar:

  1. Aku
    Kalo sampe waktuku
    Kumau tak Seorangkan merayu
    Tidak juga kau

    Aku ini hanya binatang jalang
    dari kumpulannya yang terbuang
    Luka dan lara kubawa berlari
    berlari dengan pedih peri....

    (cuplikan :"Aku", Chairil Anwar

    BalasHapus